TENGGARONG. Suasana khidmat menyelimuti Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Menjelang dimulainya perayaan adat Erau, kesultanan menggelar tradisi haul atau doa bersama untuk para raja dan sultan terdahulu yang telah wafat. Tradisi ini bukan sekadar ritual seremonial. Bagi masyarakat Kutai, haul menjadi momen penghormatan terhadap leluhur sekaligus refleksi atas nilai-nilai spiritual yang diwariskan. Doa bersama dilakukan secara jamak, dilanjutkan dengan pembacaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Lantunan doa dan shalawat bergema, menyatu dengan suasana sakral di kedaton tua yang menyimpan jejak panjang sejarah Kutai.
Ketua Panitia Internal Kesultanan Kutai, Pangeran Noto Negoro, menjelaskan bahwa Erau tahun ini terasa semakin istimewa. Selain bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, rangkaian acara juga sekaligus memperingati hari jadi ke-243 Kota Tenggarong.
“Erau bukan sekadar ritual tahunan. Di baliknya ada makna mendalam untuk menjaga kebersamaan dan persatuan masyarakat. Semoga melalui momentum ini, kita bisa memberikan kontribusi positif, bukan hanya untuk Kutai Kartanegara, tetapi juga untuk Kalimantan Timur, termasuk mendukung pembangunan Ibu Kota Nusantara,” ujar Pangeran Noto Negoro.
Masyarakat yang hadir terlihat larut dalam kekhidmatan. Mereka meyakini doa yang dipanjatkan akan sampai kepada para leluhur, sekaligus menjadi pengingat pentingnya merawat persatuan dan identitas budaya.
Tradisi haul ini menjadi pembuka rangkaian panjang Erau Adat Kutai, sebuah pesta budaya yang bukan hanya warisan lokal, tetapi juga simbol kebanggaan masyarakat Kutai Kartanegara. Dengan nilai spiritual dan sejarah yang menyertainya, Erau terus hidup, menjadi jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
PENULIS: Fairuzzabady